Ewa Kruucia

  Tulis berulang kali nama Ewa Kruucia dalam mesin pencari orang, di jaringan sosial, dimanapun, tapi hasilnya nihil. Gue lakukan 2 hari tanpa lelah menjelajah segala penjuru dunia maya dan hasilnya kosong. Hanya ingin mengenal lebih jauh sosok backpacker swedia ini tapi harapan tinggal harapan. Hanya kenangan ketika awalnya ingin sekadar untuk melatih bahasa inggris pada akhirnya kita saling tukar nama dijejaring sosial. Awal dimulai pertemuan ini ketika gue berjalan-jalan dengan kakak gue @ariefwicak di Jalan Malioboro, jogja. Ketika itu gue baru liburan dari Jakarta. Melintasi berbagai kerumunan pengunjung, melawati banyak pedangang, dan kefokusan gue tertuju sesosok wanita bule yang berdiam diri duduk ditrotoar. Who is she?
  Rasa ingin mengenal sosok asing ini begitu kuat ketika dia tampak menikmati buah kelengkeng, dan memandangi kami. Tanpa waktu lama gue langsung membuka pertemuan dengan kata "Hi, may i sit here?"
dengan ramah dia hanya mengangguk, dan menjawab "yes, of course." ya tentu saja.
 Senyum gue kibarkan begitu luas, percakapan yang terus terjadi antara penyuka backpacker. "Your people jogja, yes, you are rich." peryataan Ewa membuat tanda tanya gue besar. Why ??
  Dia lanjut dengan aksen swedianya (aksennya kayak orang inggris) "you have many cars, in my town mostly use motorcycle because too expensive to buy a car". "Hahahahaha" gue jawab gitu aja, dan gue langsung bilang "Miss Ewa kalau mereka tu mikirin cuma kemewahan bukan kenyamanan la jalan kecil pake masih pake mobil terlebih lagi kebanyakan mereka kredit" Ketawa ala Swedia Miss Ewa ini denger gue jelasin bahasa inggris abal abalan. 
  Dia ternyata exited banget sama sign language, setelah gue ceritain tentang profile kakak gue seorang deaf dan komunitasnya. Dan dia langsung mengeluarkan peta dan notenya setelah gue ceritaiin juga kalau kakak gue seorang pendaki gunung. Where is the dying, what time i get there? Tanya Ewa. "Dying"? gue balik nanya. Dia nunjuk ke peta "yes dying, many sulfur in there." Dieng kali batin gue,dengan polos gue bilang "ooww orang indonesia kalau menyebut itu Dieng bukan Dying". Ternyata dia gampang nerima argumen gue jadi apa yang gue kasih dia say OK, feeling gue sih karena gak ngerti bahasa gue. 
 Si Ewa ini bisa gue sebut pemberani dan insane. Demi keliling dunia dia mau membayar perusahaan tempat dia kerja untuk menambah cuti, dan hebatnya dia sendiri, wanita lagi, insane gak kalau gitu, biasaya kan wanita identik dengan belanja, salon dan sejenisnya, lah wonderwoman ini demi hasrat budaya dan alam di dunia dia rela lepas kebiasaan wanita pada umunya. Gue terpanah hebat menyaksikan sudah dimana saja dia singgah, "i always visit indonesia every 2 year". sambil mengotak atik catatan perjalanan dia. "jadi kita bisa bertemu lagi" potong gue sebelum dia nambah gue terpanah. "Maybe yes maybe no" jawab cepet. Impian dia menuju Tanah Toraja dan Raja Ampat. Sempet gue nawarin jadi partner nya tapi dia dengan halus menolak "you still young". Apees deh. Padahal mungkin karena gue bisa jadi beban bagi dia yang terbisa hidup sendiri.Tapi dengan sisa semangat gue bilang ewa dengan mata bijak "Call me when you need me" untung waktu itu belum ada lagunya Carley Rae Jepsen "Call Me Maybe". Karena waktu sudah sore gue langsung meminta nama email untuk menjaga kontak antara backpacker senior dan pemula. "Ewa Kruucia" dia malah ngasih nama Facebook. Karena gak ada barang yang gue bawa selain stiker distro 308, gue kasih deh tu barang sebagai suvenir, dan dia pikir 308 semacam klub baseball, gue sih biar berkesan ok ok in aja. Harapan gue semoga 2 tahun lagi bisa bertemu lagi dan share segala sesuatu seperti perbincangan ini. Thanks  Ewa Kruucia salam ransel.
  Memori yang tertinggal :


     Gue dengan Ewa yang mempermasalahkan antara Dying dan Dieng
tangan kakak gue sebagai saksinya

Gak jelas-jelas dijelasin tentang kebudayaan di Thailand 


Ampun deh catatan Ewa


Harus bener bener dekat untuk dengerin bahasa inggrisnya si Ewa

0 komentar:

Posting Komentar